Kompleks Gua Geoarkeologi Wajak memiliki nilai terkemuka karena mengandung rekaman ilmiah penting yang menjadi bukti kehidupan awal Pulau Jawa. Dari aspek ilmiah, situs ini mencatat jejak kehidupan di Pulau Jawa sekitar 40-35 juta tahun yang lalu. Lokasi ini juga berpotensi mendukung pariwisata di Desa Gamping, serta menjadi objek penelitian, pendidikan kebumian, dan geowisata. Batugamping di situs ini termasuk bagian dari Formasi Campurdarat yang berumur Miosen Awal, dengan bentang alam yang terdiri dari batugamping memanjang, beberapa ceruk, dan gua alami akibat proses Normal Slip Fault dengan bidang sesar N2950E/700.

Pada tahun 2022, Pemerintah Kabupaten Tulungagung berhasil mendapatkan replika asli skala 1:1 dari tengkorak Homo Wadjakensis dari Museum Belanda, menambah nilai penting situs ini. Situs ini menunjukkan hubungan sejarah geologi mengenai pembentukan goa-goa karst pada batugamping Campurdarat dengan penemuan arkeologi Homo Wadjakensis dan berbagai fosil hewan. Gua-gua karst ini, yang terbentuk pada Kala Miosen Tengah dan kemudian digunakan sebagai tempat perlindungan oleh Homo Wadjakensis pada Kala Pleistosen Akhir-Holosen, menawarkan wawasan tentang adaptasi manusia purba terhadap lingkungan mereka. 

Penemuan fosil Homo Wadjakensis di situs ini merupakan penemuan fosil manusia purba pertama di Indonesia dan menjadi titik awal bagi penemuan fosil manusia purba lainnya seperti Homo erectus (Manusia Jawa) oleh Eugene Dubois di Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngandong, dan Mojokerto. Homo Wadjakensis, yang hidup pada periode arkeologi Mesolitikum sekitar 10.000-5000 tahun yang lalu, merupakan subspesies dari Homo sapiens (manusia modern), berbeda dengan Homo erectus yang hidup pada periode arkeologi Paleolitikum selama Kala Pleistosen. 

Keterkaitan antara warisan bumi di Kompleks Gua Geoarkeologi Wajak terlihat dari interaksi kompleks antara warisan geologi, keanekaragaman hayati, dan warisan budaya. Warisan geologi seperti ketidakselarasan ini memberikan wawasan mendalam tentang sejarah dan evolusi bumi, termasuk perubahan lingkungan dan proses geologis yang membentuk wilayah tersebut. Keanekaragaman hayati di daerah ini, yang dipengaruhi oleh perubahan geologi, mencerminkan adaptasi flora dan fauna terhadap lingkungan yang berubah dari laut dalam menjadi laut dangkal. Warisan budaya setempat juga terhubung erat dengan warisan geologi dan keanekaragaman hayati, karena masyarakat lokal telah lama berinteraksi dengan dan memanfaatkan sumber daya alam di sekitar mereka. Tempat ini tidak hanya menjadi pusat penelitian dan pendidikan, tetapi juga memainkan peran penting dalam melestarikan sejarah geologis, ekologi, dan budaya daerah tersebut, menunjukkan bagaimana elemen-elemen ini saling mendukung dan memperkaya satu sama lain.

Bagikan:

Copyright © dibuat dengan penuh Bappeda Kabupaten Tulungagung.